
Jakarta –
Pemerintah bakal menerapkan sertifikasi halal bagi transportasi transportasi logistik jalan raya. Apakah kebijakan ini bisa dipraktekkan dengan maksimal?
Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono menyatakan sektor transportasi logistik jalan raya sulit bagi dipraktekkan sertifikasi halal. Karena komponennya sungguh banyak yg perlu diawasi.
“Transportasi itu kan senantiasa bergerak. Arah dan maksudnya tak mampu dipahami oleh pemerintah. Karena setiap bergerak, transportasi logistik tak wajib melaporkan terhadap regulator/pemerintah. Selama perjalanan itu apakah menyanggupi ketentuan halal atau tak, siapa yg tau? Bahkan pemilik truk pun sulit mengenali pergerakan yang dilaksanakan oleh pengemudi,” katanya ditulis Senin (2/9/2024).
Menurutnya, meski bersertifikasi halal, tetapi dalam perjalanannya tidak mampu ditentukan apakah tetap halal atau tak. Sehingga, mulai sulit menentukan, sebuah alat transportasi masih menyanggupi persyaratan kehalalan atau tak.
Dan jikalau sebuah alat transportasi truk mesti disertifikasi halal, artinya pengemudi alat transportasi halal tersebut juga mesti bersertifikasi halal. Dan tentu mesti menyanggupi sertifikasi halal juga. Masalahnya bagaimana penetapan persyaratan halal untuk pengemudi alat transportasi tersebut.
“Kan mampu dalam perjalanan pengemudinya menjalankan tindakan-tindakan yg tidak halal. Apakah BPJPH selaku pemegang otoritas persyaratan kehalalan sanggup buat memantau 6 juta truk yang ada di seluruh Indonesia? Kalau iya, Mereka mesti mempersiapkan 6 juta orang untuk ikut di setiap truk memantau perjalanan logistik dan langkah-langkah dari supir truk,” katanya.
Baca juga: Tol Akses Patimban Ditargetkan Rampung Tahun Depan, Begini Progresnya |
BHS memastikan sektor transportasi ini berlawanan dengan produk masakan atau pun minuman, yang produksinya di satu wilayah dan mampu dipantau secara berkala.
“Transportasi jalan raya telah dikelola dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 dimana tidak ada ketentuan sertifikasi halal di dalamnya. Yang ada cuma lah wacana standarisasi keselamatan, keamanan dan kenyamanan/pelayanan minimum,” katanya.
Apalagi ongkos sertifikasi dirasa pebisnis truk yg bergabung di Asosiasi Aptrindo sungguh mahal. Dan ini bisa memperbesar beban yang besar bagi ongkos logistik di Indonesia. Padahal pemerintah masih berusaha buat menurunkan logistik perform index yg di sekarang ini masih cukup tinggi merupakan sebesar 14 %. Bila kebijakan ini dipaksakan, dikhawatirkan mulai terjadi peningkatan ongkos logistik.
“Jika alat transportasi logistik itu belom berserifikat halal, terlebih bahkan tak mau, memiliki arti tak bisa digunakan buat memuat produk industri yang memiliki akta halal tersebut. Maka tentu produk industri pun juga akan kesusahan untuk memperoleh transportasi logistik yg bersertifikat halal. Maka tarif akan tinggi. Karena terjadi ketidakseimbangan antara Supply dan Demand,” katanya.
“Tidak usah bicara 100%, 50% saja yang sanggup, maka logistik kami mulai Chaos. Kalau pun ada logistik yg dimuat oleh transportasi yang bersertifikat halal, harganya pun niscaya mulai naik. Dan ini akan mensugesti ongkos logistik secara keseluruhan. Pihak industri pasti mulai menanggapi dengan modifikasi harga produk industri,” ungkapnya lagi.